Tujuan dan Hikmah Perkawinan Islami .. yang ditulis oleh Drs. H.M. Samir Patsan, M.Ag

Segeralah Menikah.. !! Simak Abstraksi berikut ya..

ABSTRAK

Islam adalah agama yang syamil mengatur seluruh bentuk kehidupan umat manusia sejak dari zaman azali hingga hari akhirat kelak. Dari sekian banyak persoalan kehidupan umat manusia masalah perkawinan adalah hal yang sangat urgen dan banyak dibicarakan dalam hidup dan kehidupan umat manusia, karena manusia dilahirkan dalam keadaan berpasang-pasangan sebagaimana halnya dengan berbagai makhluk-makhluk Allah SWT lainnya, sesuai dengan firman Allah SWT dalam AlQur’an Surah Adz-DZariyaat ayat 49 yang berbunyi:                      “Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah”. Seluruh apa yang diciptakan oleh Allah SWT pasti ada tujuan dan hikmahnya masing-masing. Dalam pembahasan yang sederhana ini penulis akan mengemukakan tentang tujuan dan hikmah perkawinan dalamm Islam, agar setiap insan yang bermaksud melaksanakan perkawinan dapat memahami dengan jelas tujuan dan hikmah akad nikah yang akan dijalaninya, sehingga ia lebih berhati-hati dalam mengarungi bahtera rumah tangganya. Oleh karenanya dengan kehati-hatian dalam menjalani hidup berumah tangga akan selalu terjalin kerukunan, ketenangan dan ketenteraman dalam dalam membina rumah tannga sehingga tercipta hidup bahagia dan sejahtera sebagai rumah tangga yang terbangun di atas fundasi keimanan dan ketaqwaan yang akan melahirkan terwujudnya Keluarga Sakinah Mawaddah Warahmah. 

I. PENDAHULUAN     

A. Latar Belakang
Apabila kita berbicara tentang pernikahan maka dapatlah kita memandangnya dari dua buah sisi. Dimana pernikahan merupakan sebuah perintah agama. Sedangkan di sisi lain adalah satu-satunya jalan penyaluran sexs yang disahkan oleh agama, dari sudut pandang ini, maka pada saat orang melakukan pernikahan pada saat yang bersamaan dia bukan saja memiliki keinginan untuk melakukan perintah agama, namun juga memiliki keinginan memenuhi kebutuhan biologisnya yang secara kodrat memang harus disalurkan.

Sebagaimana kebutuhan lainnya dalam kehidupan ini, kebutuhan biologis sebenarnya juga harus dipenuhi. Agama Islam juga telah menetapkan bahwa satusatunya jalan untuk memenuhi kebutuhan biologis manusia adalah hanya dengan pernikahn, pernikahan merupakan satu hal yang sangat menarik jika kita lebih mencermati kandungan makna tentang masalah pernikahan ini. Di dalam al-Qur’an telah dijelaskan bahwa pernikahan ternyata juga dapat membawa kedamaian dalam hidup seseorang (litaskunu ilaiha).

Ini berarti pernikahan sesungguhnya bukan hanya sekedar sebagai sarana penyaluran kebutuhan sex namun lebih dari itu pernikahan juga menjanjikan perdamaian hidup bagi manusia dimana setiap manusia dapat membangun surga dunia di dalamnya. Semua hal itu akan terjadi apabila pernikahan tersebut benar-benar di jalani dengan cara yang sesuai dengan jalur yang sudah ditetapkan Islam.

B. Definisi Perkawinan       
Ibrahim Muhammad Al-Jamal dalam buku Fikhul Mar’atil Muslimah yang diterjemahkan oleh Anshori Umar Sitanggal dalam judul “Fiqhi Wanita” disebutkan bahwa “Nikah atau perkawinan adalah sunnatullah pada hamba-hambaNya. Dengan perkawinan Allah menghendaki agar merekas mengemudikan bahtera kehidupan”. (Anshori Umar: 1981).        

Menurut Corrina Iskandar “Pernikahan atau nikah artinya adalah terkumpul dan menyatu. Menurut istilah lain juga dapat berartiIjab Qobul (akad nikah) yang mengharuskan perhubungan antara sepasang manusia yang diucapkan oleh kata-kata yang ditujukan untuk melanjutkan ke pernikahan, sesusai peraturan yang diwajibkan oleh Islam”.

Dalam Undang-Undang Perkawinan  Nomor 1 Tahun 1974 disebutkan bahwa: “Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.

Dari definisi perkawian tersebut di atas dapat dipahami bahwa Islam sebagai agama rahmat sangat menganjurkan pemeluknya untuk melangsungkan perkawinan untuk memenuhi kebutuhan biologis (hubungan seksual) secara halal dan formal. Hal tersebut adalah untuk menepis anggapan yang berkembang dewasa ini bahwa hubungan seksual secara bebas/free sex/kumpul kebo adalah soal biasa, sehingga sangat mudah/gampang dilakukan oleh orang-orang tidak memiliki keimanan dan ketakwaan, akibatnya semakin banyaknya timbul persoalan pen yakit yang fatal bagi kesehatan umat manusia, seperti penyakit aids, yang sampai sekarang belum diketemukan obatnya oleh para ahli medis. (Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam Depasrtemen Agama RI: 2002). II.

PEMBAHASAN     

A. Tujuan Pernikahan dalam Islam Sebelum lebih jauh membahas tujuan perikahan, maka perlu untuk mejelaskan definisi daripada perkawinan atau nikah dimana menurut bahasa ialah berkumpul dan bercampur. Menurut istilah syara’ (inilah yang digunakan menurut definisi Islam) ialah ijab dan qabul (‘aqad) yang menghalalkan persetubuhan antara lelaki dan perempuan yang diucapkan oleh kata-kata yang menunjukkan nikah, menurut peraturan yang ditentukan oleh Islam. Perkataan zawaj digunakan di dalam al-Quran bermaksud pasangan dalam penggunaannya perkataan ini bermaksud perkawinan Allah s.w.t. menjadikan manusia itu berpasang-pasangan, menghalalkan perkawinan dan mengharamkan zina. Adapun nikah menurut syari’at nikah juga berarti akad.

Sedangkan pengertian hubungan badan itu hanya metafora saja. Islam adalah agama yang syumul (universal). Agama yang mencakup semua sisi kehidupan. Tidak ada suatu masalah pun, dalam kehidupan ini, yang tidak dijelaskan. Dan tidak ada satu pun masalah yang tidak disentuh nilai Islam, walau masalah tersebut nampak kecil dan sepele. Itulah Islam, agama yang memberi rahmat bagi sekalian alam. Dalam masalah perkawinan, Islam telah berbicara banyak. Dari mulai bagaimana mencari kriteria calon-calon pendamping hidup, hingga bagaimana memperlakukannya kala resmi menjadi sang penyejuk hati. Islam menuntunnya.

Begitu pula Islam mengajarkan bagaimana mewujudkan sebuah pesta pernikahan yang meriah, namun tetap mendapatkan berkah dan tidak melanggar tuntunan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, begitu pula dengan pernikahan yang sederhana namun tetap penuh dengan pesona. Melalui karya tulis ilmiah yang singkat ini insyaallah kami akan uraikan sekelumit tujuan dan hikmah perkawinan menurut Islam.

Pernikahan adalah sunnah karuniah yang apabila dilaksanakan akan mendapat pahala tetapi apabila tidak dilakukan tidak mendapatkan dosa tetapi dimakruhkan karna tidak mengikuti sunnah rasul.(Syaikh Kamil Muhammad ‘uwaidah).  Arti dari pernikahan di sini adalah bersatunya dua insan dengan jenis berbeda yaitu laki-laki dan perempuan yang menjalin suatu ikatan dengan perjanjian atau akad. Suatu pernikahan mempunyai tujuan yaitu ingin membangun keluarga yang sakinah mawaddah warahmah serta ingin mendapatkan keturunan yang salih dan salihah. Keturunan inilah yang selalu didambakan oleh setiap orang yang sudah menikah karena keturunan merupakan generasi bagi orang tuanya.( Ahmad Rafi Baihaqi: 2006). 

Adapun tujuan daripada pernikahan diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Untuk memenuhi tuntutan naluri manusia yang asasi

Perkawinan adalah fitrah manusia, maka jalan yang sah untuk memenuhi kebutuhan ini yaitu dengan aqad nikah (melalui jenjang perkawinan), bukan dengan cara yang amat kotor menjijikan seperti cara-cara orang sekarang ini dengan berpacaran, kumpul kebo, melacur, berzina, lesbi, homo, dan lain sebagainya yang telah menyimpang dan diharamkan oleh Islam.

2. Untuk membentengi ahlak yang luhur

Sasaran utama dari disyari’atkannya perkawinan dalam Islam di antaranya ialah untuk membentengi martabat manusia dari perbuatan kotor dan keji, yang telah menurunkan dan meninabobokan martabat manusia yang luhur. Islam memandang perkawinan dan pembentukan keluarga sebagai sarana efefktif untuk memelihara pemuda dan pemudi dari kerusakan, dan melindungi masyarakat dari kekacauan.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: َﻋـــِﻦ اﺑْـــِﻦَ ْﻣﺴـــﻌٍُْﻮد ﻗَـــﺎَل  :ﻗَـــﺎَلَ ُرﺳــْـﻮُل ِﷲ ص :ﻳَـــﺎَ ْﻣﻌََﺸـــﺮ اﻟﱠﺸـــﺒَﺎِبَ ﻣـــِﻦ اْﺳـــﺘَﻄَﺎَعِ ﻣـــﻨُُْﻜﻢ اْﻟﺒَـﺎءََة ﻓـَﻠْﻴََﺘـَـﱠﺰْوج، ﻓَِﺎﻧـﱠﻪُ اََﻏــ ﱡﺾ ﻟِﻠْﺒََﺼـِﺮَ و اَْﺣَﺼـُﻦ ﻟِﻠَْْﻔـﺮِج  .َوَ ﻣــْﻦ َﱂْ ﻳَْﺴـﺘَِْﻄﻊ ََﻓـﻌﻠَﻴِْـﻪ ﺑِﺎﻟﱠْﺼــِﻮم ﻓَِﺎﻧﱠﻪُ ﻟَﻪُ َِوﺟﺎ ءٌ .)اﳉﻤﺎﻋﺔ.( Artinya: “Dari Ibnu Mas’ud, ia berkata : Rasulullah SAW  bersabda, “Hai para pemuda, barangsiapa diantara kamu yang sudah mampu menikah, maka nikahlah, karena sesungguhnya nikah itu lebih dapat menundukkan pandangan dan lebih dapat menjaga kemaluan. Dan barangsiapa yang belum mampu, maka hendaklah ia berpuasa, karena berpuasa itu baginya (menjadi) pengekang syahwat”. (Amir Syarifuddin: 2009).

3. Untuk menegakkan rumah tangga yang Islami 

Dalam al-Qur’an disebutkan bahwa Islam membenarkan adanya thalaq (perceraian), jika suami istri sudah tidak sanggup lagi menegakkan batas-batas Allah, sebagaimana firman Allah dalam ayat berikut:  Terjemahnya: “Thalaq (yang dapat dirujuki) dua kali, setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali dari sesuatu yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh istri untuk menebus dirinya.

Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang yang dhalim”. (Terjemah QS. Al-Baqarah:2/229). Yakni keduanya sudah tidak sanggup melaksanakan syari’at Allah. Dan dibenarkan rujuk (kembali nikah lagi) bila keduanya sanggup menegakkan batasbatas Allah.

Sebagaimana yang disebutkan dalam surat al-Baqarah lanjutan ayat di atas: Terjermahnya: “Kemudian jika si suami menthalaqnya (sesudah thalaq yang kedua), maka perempuan itu tidak halal lagi baginya hingga dikawin dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami yang pertama dan istri) untuk kawin kembali, jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum Allah, diterangkannya kepada kaum yang (mau) mengetahui”. (Terjemah QS. AlBaqarah:2/230).          
Jadi tujuan yang luhur dari pernikahan adalah agar suami istri melaksanakan syari’at Islam dalam rumah tangganya. Hukum ditegakkannya rumah tangga berdasarkan syari’at Islam adalah wajib.

4. Untuk meningkatkan ibadah kepada Allah

Menurut konsep Islam, hidup sepenuhnya untuk beribadah kepada Allah dan berbuat baik kepada sesama manusia. Dari sudut pandang ini, rumah tangga adalah salah satu lahan subur bagi peribadatan dan amal shalih di samping ibadah dan amalamal shalih yang lain, sampai-sampai menyetubuhi istri-pun termasuk ibadah (sedekah), sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Jika kalian bersetubuh dengan istri-istri kalian termasuk sedekah!.” Mendengar sabda Rasulullah itu para shahabat keheranan dan bertanya: “Wahai Rasulullah, seorang suami yang memuaskan nafsu birahinya terhadap istrinya akan mendapat pahala ?” Nabi shallallahu alaihi wa sallam menjawab: “Bagaimana menurut kalian jika mereka (para suami) bersetubuh dengan selain istrinya, bukankah mereka berdosa .? “Jawab para shahabat : “Ya, benar”. Beliau bersabda lagi : “Begitu pula kalau mereka bersetubuh dengan istrinya (di tempat yang halal), mereka akan memperoleh pahala!”. (Hadits Shahih Riwayat Muslim, Ahmad dan Nasa’i),

5. Untuk mencari keturunan yang shalih

Tujuan perkawinan di antaranya ialah untuk melestarikan dan mengembangkan bani Adam, Allah berfirman: Terjemahnya: “Allah telah menjadikan dari diri-diri kamu itu pasangan suami istri dan menjadikan bagimu dari istri-istri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezeki yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah”. (Terjemah: QS. An-Nahl:16/72).

Dan yang terpenting lagi dalam perkawinan bukan hanya sekedar memperoleh anak, tetapi berusaha mencari dan membentuk generasi yang berkualitas, yaitu mencari anak yang shalih dan bertaqwa kepada Allah.Tentunya keturunan yang shalih tidak akan diperoleh melainkan dengan pendidikan Islam yang benar.

B.  Hikmah Pernikahan

Allah s.w.t. berfirman:         .    Terjemahnya: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.”(Q.S. ar-Ruum,21)

Pernikahan menjadikan proses keberlangsungan hidup manusia di dunia ini berlanjut, dari generasi ke generasi. Selain juga menjadi penyalur nafsu birahi, melalui hubungan suami istri serta menghindari godaan syetan yang menjerumuskan. Pernikahan juga berfungsi untuk mengatur hubungan laki-laki dan perempuan berdasarkan pada asas saling menolong dalam wilayah kasih sayang dan penghormatan muslimah berkewajiban untuk mengerjakan tugas didalam rumah tangganya seperti mengatur rumah, mendidik anak, dan menciptakan suasana yang menyenangkan. Supaya suami dapat mengerjakan kewajibannya dengan baik untuk kepentingan dunia dan akhirat. (Syaikh Kamil Muhammad, 1998). Adapun hikmah yang lain dalam pernikahannya itu yaitu:

1. Memelihara dan memperbanyak keturunan dengan terhormat, sehingga dapat menjaga kelestarian hidup umat manusia.

2. Mampu menjaga suami istri terjerumus dalam perbuatan nista dan mampu mengekang syahwat seta menahan pandangan dari sesuatu yang diharamkan.

3. Mampu menenangkan dan menentramkan jiwa dengan cara duduk-duduk dan bencrengkramah. 

4. Naluri keibuan dan kebapakan akan saling melengkapi dalam kehidupan rumah tangga bersama anak-anak.

5. Mampu membuat wanita melaksanakan tugasnya sesuai dengan tabiat kewanitaan yang diciptakan. 

6. Terbentuknya tali kekeluargaan dan silaturrahmi antar keluarga. 

7. Melahirkan organisasi dengan pembagian tugas/tanggung jawab tertentu,serta melatih kemampuan bekerjasama. (Ahmad Rafi Baihaqi: 2006). 

Adapun Hikmah Pernikahan menurut Corrina Iskandar adalah sebagai berikut:
1.  Cara yang halal dan suci untuk menyalurkan nafsu syahwat melalui ini selain  lewat perzinahan, pelacuran, dan lain sebagainya yang dibenci Allah dan amat        merugikan.
2.  Untuk memperoleh ketenangan hidup, kasih sayang dan ketenteraman.
3.  Memelihara kesucian diri.
4.  Melaksanakan tuntutan syariat.
5.  Membuat keturunan yang berguna bagi agama, bangsa dan negara.
6.  Sebagai media pendidikan.
7.  Dapat mengeratkan silaturahim.

Islam begitu teliti dalam menyediakan lingkungan yang sehat untuk membesarkan anak-anak. Anak-anak yang dibesarkan tanpa orangtua akan memudahkan untuk membuat sang anak terjerumus dalam kegiatan tidak bermoral. Oleh karena itu, institusi kekeluargaan yang direkomendasikan Islam terlihat tidak terlalu sulit serta sesuai sebagai petunjuk dan pedoman pada anak-anak.        Untuk mewujudkan kerjasama dan tanggungjawab yang baik dalam membina rumah tangga, maka pemilihan calon pasangan Islam mensyaratkan beberapa ciri bagi calon suami dan calon isteri yang dituntut dalam Islam, yaitu:
1. Beriman & bertaqwa kepada Allah s.w.t
2. Bertanggungjawab terhadap semua benda memiliki akhlak-akhlak yang terpuji
3. Berilmu agama agar dapat membimbing calon isteri dan anak-anak ke jalan yang benar
4.  Tidak berpenyakit yang berat seperti gila,AIDS dan sebagainya   
5.  Rajin bekerja untuk kebaikan rumahtangga seperti mencari rezeki yang halal  untuk kebahagiaan keluarga. 

III. PENUTUP    

A.  Kesimpulan

1. Arti dari pernikahan disini adalah bersatunya dua insan dengan jenis berbeda yaitu    laki-laki dan perempuan yang menjalin suatu ikatan dengan perjanjin atau akad, yang tujuannya adalah:
a)  Untuk memenuhi tuntutan naluri manusia yang asasi
b)  Untuk membentengi akhlak yang luhur
c)  Untuk menegakkan rumah tangga yang Islami
d)  Untuk meningkatkan ibadah kepada Allah
e)  Untuk mencari keturunan yang shalih

2. Hikmah dalam pernikahan itu yaitu :
a. Memelihara dan memperbanyak keturunan dengan terhormat, sehingga dapat menjaga kelestarian hidup umat manusia.
b. Mampu menjaga suami istri terjerumus dalam perbuatan nista dan mampu mengekang syahwat seta menahan pandangan dari sesuatu yang diharamkan.
c. Mampu menenangkan dan menentramkan jiwa dengan cara duduk-duduk dan bencrengkramah. 
d. Naluri keibuan dan kebapakan akan saling melengkapi dalam kehidupan rumah tangga bersama anak-anak.
e. Mampu membuat wanita melaksanakan tugasnya sesuai dengan tabiat kewanitaan yang diciptakan. 
f. Terbentuknya tali kekeluargaan dan silaturrahmi antar keluarga. 

B.     Saran

Dari beberapa Uraian diatas jelas banyaklah kesalahan serta kekeliruan, baik disengaja maupun tidak, dari itu kami harapkan kritik dan sarannya untuk memperbaiki segala keterbatasan yang kami punya, sebab manusia adalah tempatnya salah dan lupa.

No comments:

Post a Comment